Kebijakan pemerintahan Donald Trump untuk mengusir atau membatasi visa mahasiswa asing, terutama dari negara tertentu, kembali memicu polemik global. Langkah ini ternilai diskriminatif dan merugikan hubungan internasional, khususnya di bidang pendidikan dan diplomasi.
Pada masa kepemimpinannya, Trump memperketat aturan visa bagi mahasiswa asing sebagai bagian dari kebijakan keamanan nasional dan perlindungan lapangan kerja bagi warga Amerika. Namun, kebijakan ini mendapat kritik luas, termasuk dari tokoh Indonesia, Jusuf Kalla.
“Trump melawan dunia. Kenapa bukan Amerika melawan dunia? Trump melawan dunia, karena di Amerika sendiri dia tidak disenangi. Orang berontak, orang konflik, orang demo terus-terus,” ujar Jusuf Kalla dalam acara Meet The Leaders Universitas Paramadina, Jakarta, Sabtu (24/5).
“Hari ini kalau Anda baca ini gila orang ini, Harvard pun tertutupnya untuk orang asing. Kenapa? hanya sentimennya ke China,” ujarnya lagi.
Keputusan Trump ini juga ternilai bisa merugikan reputasi Amerika Serikat sebagai destinasi pendidikan global. Jika tren ini terus berlanjut, banyak mahasiswa berbakat dari seluruh dunia mungkin akan mulai memilih negara lain seperti Kanada, Australia, atau negara-negara Eropa.
Kebijakan pengusiran mahasiswa asing atas dasar sentimen politik mencerminkan bagaimana geopolitik bisa merambah ke ranah akademik. Pernyataan JK menjadi pengingat penting bahwa dunia pendidikan seharusnya menjadi jembatan antarkebudayaan, bukan alat konflik antarnegara.
Pengumuman tersebut disampaikan Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Kristi Noem yang memerintahkan segera menghilangkan sertifikasi Program Pertukaran Mahasiswa Universitas Harvard untuk tahun ajaran 2025-2026.